Thursday, August 16, 2018

ABU JA''FAR AL-MANSUR (754-775M)

a. Biografi Singkat Al-Mansur

Abu Jafar Abdullah bin Muhammad Al-Mansur adalah Khalifah kedua Bani Abbasiyah, putera Muhammad bin Ali bin Abdullah ibn Abbas bin Abdul Muthalib, dilahirkan di Hamimah pada tahun 101 H. Ibunya bernama Salamah al-Barbariyah, adalah wanita dari suku Barbar. Al-Mansur adalah saudara Ibrahim Al-Imam dan Abul Abbas As-Saffah. Al-Mansur memiliki kepribadian kuat, tegas, berani, cerdas, dan otak cemerlang.

Ia dinobatkan sebagai putera mahkota oleh kakaknya, Abul Abbas As-Saffah.  Selanjutnya, ketika As-Saffah meninggal, Al-Mansur dilantik menjadi khalifah, saat itu usianya 36 tahun.

Al-Mansur seorang khalifah yang tegas, bijaksana, alim, berpikiran  maju, baik budi, dan pemberani. Ia tampil  dengan gagah berani dan cerdik menyelesaikan berbagai persoalan yang tengah  melanda pemerintahan Dinasti Abbasiyah.  Al-Mansur juga sangat mencintai ilmu pengetahuan. Kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan menjadi pilar bagi pengembangan peradaban Islam di masanya.

Setelah menjalankan pemerintahan  selama 22 tahun lebih,  pada tanggal 7 Zulhijjah tahun 158 H/775 M, al-Mansur wafat dalam perjalanan ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji, di suatu tempat bernama “Bikru Maunah” dalam usia 57 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Makkah.

b. Kebijakan Khalifah Al-Mansur dalam Pemerintahan

Setelah dilantik menjadi khalifah  pada 136 H/754 M,  Al-Manshur membenahi administrasi pemerintahan dan kebijakan politik. Dia menjadikan Wazir sebagai koordinator departemen. Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balk, Persia. Al-Mansur juga membentuk lembaga protokoler  negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara disamping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abd Al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya untuk menghimpun seluruh informasi dari daerah-daerah, sehingga administrasi kenegaraan berjalan dengan lancar sekaligus menjadi pusat informasi khalifah untuk mengontrol para gubernurnya

Untuk memperluas jaringan politik, Al-Mansur menaklukkan kembali daerah-daerah yang melepaskan diri, dan menertibkan keamanan di daerah  perbatasan. Di antara usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Cappadocia, dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara bala tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosporus.
Selain itu, Al-Mansur membangun hubungan diplomatik dengan wilayah-wilayah di luar jazirah Arabia. Dia membuat perjanjian damai  dengan kaisar Constantine V dan mengadakan genjatan senjata antara tahun 758-765 M. Khalifah Al-Manshur juga mengadakan penyebaran dakwah Islam ke Byzantium dan berhasil menjadikan kerajaan  Bizantium membayar upeti tahunan kepada Dinasti Abbasiyah. Juga mengadakan kerjasama dengan Raja Pepin dari Prancis. Saat itu, kekuasaan Bani Umayyah II di Andalusia dipimpin oleh Abdurrahman Ad-Dakhil. Al-Mansur juga berhasil  menaklukan daerah Afrika Utara itu pada tahun 144 H, meski kadang kota Kairawan silih berganti bertukar wali. Kadang di kuasai oleh bangsa Arab, di lain waktu jatuh ke tangan Barbar lagi. Baru pada tahun 155 H barulah kota itu dikuasai penuh oleh Daulat Abbasiyah.

c. Mendirikan Kota Baghdad

Pada masa awal pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah, yakni di masa Abul Abbas As-Saffah, pusat pemerintahan Dinasti bani Abbasiyah di kota Anbar, sebuah kota kuno di Persia sebelah Timur Sungai Eufrat. Istananya diberi nama Hasyimiyah, dinisbahkan kepada sang kakek, Hasyim bin Abdi Manaf.

Pada masa Al-Mansur, pusat pemerintahan dipindahkan lagi ke Kufah, dan  mendirikan  istana baru dengan nama Hasyimiyah II. Selanjutnya, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara  Al-Mansur mencari daerah  strategis untuk menjadi ibu kota negara. Pilihan jatuh pada daerah yang sekarang dinamakan Baghdad, terletak di tepian sungai Tigris dan Eufrat. Sejak zaman Persia Kuno, kota ini sudah menjadi pusat perdagangan yang dikunjungi para saudagar dari berbagai penjuru dunia, termasuk para pedagang dari Cina dan India. Ada juga cerita rakyat bahwa daerah  ini sebelumnya adalah tempat peristirahatan Kisra Anusyirwan, Raja Persia yang termasyhur. Baghdad berarti “taman keadilan”. Taman itu lenyap bersama hancurnya kerajaan Persia dani namanya  tetap menjadi kenangan rakyat.

Dalam membangun kota ini, khalifah mempekerjakan ahli bangunan yang terdiri dari arsitektur-arsitektur, tukang batu, tukang kayu, ahli lukis, ahli pahat, dan lain-lain yang didatangkan dari Syria, Mosul, Basrah, dan Kufah yang berjumlah sekitar 100.000 orang. Kota ini berbentuk bundar. Di sekelilingnya dibangun dinding tembok yang besar dan tinggi. Di sebelah luar dinding tembok, digali parit besar yang berfungsi sebagai saluran air sekaligus benteng.

Ada empat buah pintu gerbang di seputar kota ini, disediakan untuk setiap orang yang ingin memasuki kota. Keempat pintu gerbang itu adalah Bab al-Kufah, terletak di sebelah Barat Daya, Bab al -Syam, terletak di Barat Laut, Bab al-Bashrah, di Tenggara, dan Bab al-Khurasan, di Timur Laut. Diantara masing-masing pintu gerbang ini, dibangun 28 menara sebagai tempat pengawal negara bertugas mengawasi keadaan di luar. Di atas setiap pintu gerbang dibangun tempat peristirahatan yang dihiasi dengan ukiran-ukiran yang indah dan menyenangkan. Di tengah-tengah kota terletak istana khalifah dengan seni arsitektur Persia. Istana ini dikenal dengan Al-Qashr al -Zahabi, berarti ‘istana emas’. Istana ini dilengkapi dengan bangunan masjid, tempat pengawal istana, polisi, dan tempat tinggal putra-putri dan keluarga khalifah.

Di sekitar istana dibangun pasar tempat perbelanjaan. Jalan raya menghubungkan empat pintu gerbang. Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Itulah sebabnya, Philip K. Hitti, seorang peneliti Sejarah Arab, menyebut Baghdad  sebagai kota intelektual. Menurutnya, di antara kota-kota di dunia, Baghdad merupakan  profesor masyarakat Islam. Bahkan dalan cerita 1001 malam, Baghdad  menjadi kota impian.

Al-Mansur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, yaitu Baghdad, tahun 762 M. Baghdad, selanjutnya bukan hanya menjadi pusat pemerintahan yang strategis, sekaligus juga menjadi pusat kebudayaan dan peradaban.

d. Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Al-Mansur menunjukkan minat dan perhatian  yang besar terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Penyalinan literatur Iran dan Irak, Grik serta Siryani dilakukan secara besar-besaran. Dia mendorong usaha-usaha menterjemahkan buku-buku pengetahuan dari kebudayaan asing ke bahasa Arab, agar dikaji orang-orang Islam.

Perguruan tinggi ketabiban di Jundishapur yang dibangun oleh Khosru Anushirwan (351-579 M, Kaisar Persia) dihidupkan kembali dengan tenaga-tenaga pengajar dari tabib-tabib Grik dan Roma yang menjadi tawanan perang.

Al-Mansur juga mendirikan sebuah perguruan tinggi sebagai gudang pengetahuan diberi nama “Baitul Hikmah”. Usahanya itu telah menjadikan kota Baghdad sebagai kiblat ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Ia mengajak banyak ulama dan para ahli dari berbagai daerah untuk datang dan tinggal di Baghdad. Ia merandorong pembukuan ilmu agama, seperti fiqh, tafsir, tauhid, Hadits dan ilmu lain seperti bahasa dan ilmu sastra. Pada masanya lahir juga para pujangga, pengarang dan penterjemah yang hebat, termasuk Ibnu Muqaffak yang menterjemahkan buku Khalilah dan Dimnah dari bahasa Parsi.

Tugas Untuk Siswa ;
Apa yang dapat kamu simpulkan setelah membaca artikel tentang Abu Ja`far Al-Mansur ?

Silahkan jawab melalui komen di bawah secara singkat dan tepat. Sertai Nama dan Kelasmu!
Contoh ;
Al-Mansur menunjukkan minat dan perhatian  yang besar terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. (Nama kamu, Kelas)

No comments:

Post a Comment

Syukron atas kunjungan dan komentarnya :)

Kisi-kisi Ujian MID Semester Genap Kelas 9 TA. 2020-2021

Tradisi keislaman Nusantara adalah adat kebiasaan yang diwariskan secara turun-temurun yang masih dijalankan dalam masyarakat Nusantara yang...