Tuesday, April 7, 2020

AL-AZHAR PADA MASA PEMERINTAHAN DINASTI AL-AYYUBIYAH

Berakhirnya Dinasti Fatimiyyah yang bermadzhab Syi’ah dan berkuasanya Dinasti Ayyubiah yang bermadzhab Sunni, berdampak pada perkembangan sejarah al-Azhar. Sultan Shalahuddin mengeluarkan beberapa kebijaksanaan mengenai al-Azhar, diantaranya Al-Azhar tidak boleh lagi dipergunakan untuk salat Jum’at dan kegiatan madrasah.  Alasannya karena Al-Azhar pada masa Dinasti Fathimiyah menjadi pusat pengembangan ajaran-ajaran  Syi’ah. Shalahuddin  juga menunjuk seorang Qadhi, Sadruddin Abdul Malik bin Darabas menjadi Qadhi tertinggi, yang berhak mengeluarkan fatwa-fatwa hukum mazhab Syafi’i. Diantara fatwa yang dikeluarkan adalah melarang umat Islam saat itu untuk melakukan salat Jumat di masjid al-Azhar, dan hanya boleh melakukannya di masjid al-Hakim. Alasannya, masjid al-Hakim lebih luas, selain itu dalam mazhab Syafi’i tidak boleh ada dua khutbah Jumat dalam satu kota yang sama.

Masjid Al-Azhar tidak dipakai untuk shalat Jum’at dan kegiatan pendidikan selama lebih kurang seratus tahun, yaitu sejak Salahuddin berkuasa (1171-1267 M) sampai dihidupkan kembali pada zaman pemerintahan Sultan Malik al-Zahir Baybars dari Dinasti Mamluk yang berkuasa atas Mesir.

Meskipun demikian, penutupan Al-Azhar sebagai masjid dan madrasah pada masa Dinasti Ayyubiyah,tidak berarti kegiatan keagamaan dan pendidikan tidak berkembang. Shalahuddin memiliki perhatian yang besar terhadap pendidikan. Ia melakukan pembangunan madrasah-madrasah di hampir setiap wilayah kekuasaann. Begitu juga mendirikan pendidikan tinggi (kulliyat) dan universitas. Kurang lebih 25 kulliyat didirikan pada masanya. Diantara kulliyat-kulliyat yang terkenal adalah Manazilull Izza, Al-Kulliyatul ‘Adiliyyah, Al-Kulliyatul Arsufiyah, Al-Kulliyatul Fadhiliyyah, Al-Kulliyatul Azkasyiyah dan Al-Kulliyatul ‘Asuriyah. Nama-nama kulliyat tersebut umumnya dinisbahkan kepada para pendirinya, sebagai pemberi wakaf bagi murid-murid dan guru-gurunya.

Meski ada larangan untuk tidak menggunakan Al-Azhar sebagai pusat kegiatan madrasah, masjid tersebut  tidak sepenuhnya ditinggalkan oleh murid-murid dan guru-guru, karena hanya sebagian dari mereka yang meninggalkan al-Azhar.  Pada masa pemerintahan Sultan Malikul Aziz Imadudin Usman, putra Shalahudin Yusuf al-Ayyubi, tepatnya tahun 1193 M/589 H datang seorang ulama  bernama Abdul Latif al-Bagdadi dan mengajar di Al-Azhar selama Sultan al-Malikul Aziz berkuasa.  Materi yang diajarkan al-Baghdadi dimeliputi mantiq dan bayan.

Kedatangan al- Baghdadi menambah semangat beberapa ulama yang masih menetap di al-Azhar, di antara mereka adalah Ibn al-Farid, ahli sufi terkenal, Syeikh Abu al-Qosim al-Manfaluti, Syeikh Jama al-Din al- Asyuyuti, Syeikh Shahabu al-Din al-Sahruri, dan Syams al-Din Ibn Khalikan, seorang ahli sejarah yang mengarang kitab wafiyyat al-‘Ayan.

Selain mengajar mantiq dan bayan, al- Baghdadi mengajar hadits dan fiqh. Materi-materi itu diajarkan kapada para muridnya di pagi hari, sementara  dari siang hingga sore hari mengajar kedokteran dan ilmu-ilmu lainnya. Ini merupakan upaya al- Baghdadi untuk memberikan informasi, sekaligus mensosialisasikan mazhab Sunni kepada masyarakat Mesir

Selama masa pemerintahan dinasti Ayyubiyah di Mesir (1171-1250 M), perkembangan aliran atau mazhab Sunni sangat pesat, termasuk model dan sistem pendidikan yang dikembangkan  berorientasi Sunni. Maka dalam perjalanan sejarahnya, di masa Dinasti Ayyubiah,  Al-Azhar  menjadi masjid, lembaga pendidikan,  sekaligus pusat pengembangan ajaran-ajaran  Sunni.

Para penguasa dinasti Ayyubiyah, sebagai penguasa yang setia kepada pemerintahan khalifah Abbasiyah di Baghdad, maka orientasi kebijaksanaan pemerintahannya adalah sebagaimana Baghdad, bermadzhab Sunni.  Oleh karena itu, salah satu lembaga strategis yang dapat diandalkan sebagai tempat pembelajaran, penyebaran  dan pengembangan ajaran-ajaran mazhab Suni adalah Al-Azhar.

No comments:

Post a Comment

Syukron atas kunjungan dan komentarnya :)

Kisi-kisi Ujian MID Semester Genap Kelas 9 TA. 2020-2021

Tradisi keislaman Nusantara adalah adat kebiasaan yang diwariskan secara turun-temurun yang masih dijalankan dalam masyarakat Nusantara yang...