Friday, October 12, 2018

Imam Syafi’i

Imam Syafi’i  merupakan keturunan Quraisy, dari Bani Muththalib, nasabnya bertemu Rasulullah di Abdul Manaf. Dilahirkan di Khuzzah tahun 150 H.  Perjalanan hidupnya dimulai sejak wafat ayahnya.  Sang ibu membawanya ke Mekah. Sejak kecil Imam Syafi’i cepat menghafal  syair, pandai bahasa Arab dan sastra.  Saat usia 7 tahun, telah hafal Al-Qur’an, dan pada  usia10 tahun,  hafal Al-Muwatta). Imam Syafi’i berguru fiqh kepada Muslim bin Khalid Az-Zanji.  Juga belajar kepada Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar, Muhammad bin Ali bin Syafi’, Sufyan bin Uyainah, Abdurrahman bin Abi Bakr Al-Mulaiki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl dan masih banyak lagi yang lainnya. Pada usia 15 tahun diizinkan berfatwa oleh gurunya, Muslim bin Khalid Az-Zanji.. Kecerdasannya ini mendapat pujin dari Ali bin Usman, “Saya tidak pernah melihat seseorang yang lebih pintar daripada Syafii”. Sesungguhnya tidak ada seorang pun yang menyamainya di masa itu. Ia pintar dalam segala pengetahuan, sehingga bila ia melontarkan anak panah, dapat dijamin 90% akan mengenai sasarannya”.

Ketika hampir berumur 20 tahun, pergi ke Madinah  untuk berguru kepada Imam Malik. Kemudian pergi ke Irak, bergaul dengan sahabat-sahabat Imam Abu Hanifah. Selanjutnya ke Parsi dan beberapa negeri lain.

Dalam perjalanan  ke  berbagai negeri  membawa banyak pengetahuan dan pengalaman tentang kehidupan manusia. Hal ini menjadi sangat berguna baginya sebagai alat untuk mempertimbangkan hukum berbagai peristiwa.

Imam Syafi’i diminta oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid supaya tinggal di Baghdad dan menyiarkan agama. Pandangan dan pendapatnya  diterima oleh segala lapisan.

Imam Syafi’i bergaul baik dengan rakyat maupun dengan pemerintah, bertukar pikiran dengan ulama-ulama terutama sahabat-sahabat Imam Abu Hanifah. Pertemuan langsung  Imam Syafi’i dengan Imam Ahmad bin Hanbal terjadi di Mekah pada tahun 187 H dan di Baghdad tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i banyak belajar tentang ilmu fiqh, ushul madzhab, penjelasan nasikh dan mansukhnya.  Melalui pergaulannya inilah Imam Syafi’i dapat menyusun pandangan-pandangannya, yang dikenal dengan ‘’qaul qadim” (pendapat yang pertama).

Kemudian ia kembali ke Mekah hingga tahun 198 H. Pada tahun yang sama  pergi ke Mesir. Di Mesir inilah, Imam Syafi’i menyusun pendapatnya yang baru, yang dikenal dengan istilah  ‘’qaulul jadid’’.
Imam  Syafi’i  seorang mujtahid mutlak, Ulama Fiqh, Ulama Hadist, dan Ushul. Ia mampu memadukan Fiqh ahli Irak dan Fiqh ahli Hijaz.  Dasar  madzhabnya ialah Al Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Diantara karya monumentalnya  adalah “Ar- Risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al -Umm” yang berisi Madzhab Fiqhnya yang baru.

Wasiatnya yang penting, terutama bagi ulama yang mendukung dan mengikuti mazhab Syafi’i, ialah “Apabila hadits itu sah,  itulah mazhabku, dan buanglah perkataanku yang timbul dari  ijtihadku”.
Pengikut mazhab Syafi’i yang terbanyak adalah  di Mesir, Kurdistan, Yaman, Aden, Hadramaut, Mekah, Pakistan, dan Indonesia. Imam Syafi’i wafat di akhir bulan Rajab pada tahun 204 H, di Mesir.

No comments:

Post a Comment

Syukron atas kunjungan dan komentarnya :)

Kisi-kisi Ujian MID Semester Genap Kelas 9 TA. 2020-2021

Tradisi keislaman Nusantara adalah adat kebiasaan yang diwariskan secara turun-temurun yang masih dijalankan dalam masyarakat Nusantara yang...